Sabtu, 10 Agustus 2024

Mencari Kemaslahatan atau Sekedar Kesukaan

 


Cintailah kekasihmu sekadarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu sekadarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi kekasihmu. Itu adalah kalimat dari Sahabat Rasulullah SAW, Ali bin Abi Tholib.

Suka dan benci terhadap sesama manusia sebetulnya hal wajar dalam hidup. Sayangnya banyak yang kemudian hanyut dalam perasaan ini. Saat benci seolah apapun yang dilakukan oleh musuhnya menjadi salah. Sebaliknya saat suka, dengan mudahnya bersikap toleran atas tindakan sahabatnya.

Lebih ngerinya lagi, ketika menghukumi seseorang dengan dalih agama. Kesalahan yang nampak langsung dianggap menyalahi syariat dan wajib dilawan. Padahal belum tentu hal tersebut berlawanan dengan syariat. 

Rasulullah SAW menyampaikan : “Barangsiapa yang mencela saudaranya karena suatu dosa, maka ia tidak akan mati sebelum ia melakukan dosa tersebut.” (HR. Tirmidzi)

Lihat, Rasulullah SAW bahkan melarang kita mencela orang yang berbuat dosa. Walaupun memberikan nasehat bahkan melaporkan kepada pihak berwenang menjadi wajib sebagai bagian dari amar makruf nahi munkar.

Apalagi dalam dunia politik. Berapa banyak orang yang mencela tindakan Hammas Palestina yang menjalin hubungan dengan Iran. Padahal faktanya, hanya Iran yang berani terang-terangan melibatkan kekuatan militernya untuk menekan Israel. Sementara orang-orang itu hanya bisa teriak dan menyalahkan.

Sungguh sedih saat sekelompok orang memandang politik hanya tentang benar dan salah. Bahkan menganggap kebenaran hanya milik seseorang yang terlanjur dipuja. Sementara pilihan politik yang diputuskan melalui pertimbangan rapat dianggap salah.

Sejak lama saya kuatir dengan gaya politik yang mengedepankan masalah daripada solusi. Praktek politik yang menyebabkan fanatisme sempit dan meninggalkan logika kemaslahatan. Sayangnya, elit politik seolah juga membenarkan cara semacam ini.

Masyarakat lebih mencermati isu yang berkembang daripada konsep yang ditawarkan. Inilah realita masyarakat dengan kemampuan literasinya yang sangat lemah. Video pendek sudah cukup membakar amarah dan memunculkan kebencian.

Politik sebagai bagian dari sarana perjuangan harus lentur dan adaptif. Ini adalah tentang seni mempengaruhi dan mengambil peran terbaik. Berbeda dengan penegak hukum yang harus mengambil jalan tegas menegakkan aturan. 

Semoga para politisi mulai mengubah gaya provokatif. Demikian pula masyarakat mau mempelajari aspek maslahat atas keputusan politik. Bukan sekedar fanatik buta kepada orang atau partai. Lalu mudah patah hati saat tidak sesuai harapan.

Oleh : M Anantiyo Widodo / Direktur Bening Ati Institute

Tags :

bm

anantiyo

Pencari Inspirasi

Hikmah atau inspirasi adalah kekayaan yang menghidupkan akal, memperkuat insting kebijakan, dan mengkaryakan bakat .

  • anantiyo
  • M Anantiyo Widodo
  • anantiyo_widodo
  • anantiyo.widodo@gmail.com
  • Anantiyo Widodo

Posting Komentar